Monday, April 10, 2006

Doa Malaikat Kecilku


Doa Malaikat Kecilku

Oleh: Ummu Thariq
23 Mar 2006 10:20 WIB
Ya Allah, berilah mama kesehatan. sembuhkanlah mama supaya mama bisa ke kantor
lagi, aamiiin.

Bocah kecil berusia empat tahun, dengan mata berkaca-kaca. tangan tertengadah.
berdoa kepada Tuhannya, untuk kesembuhan sang Bunda. Sesaat selepas berdoa, ia
menoleh kepada Bunda untuk memberikan senyum kecil nan tulus. Matanya yang bulat
bening, seolah mengatakan bahwa ia sangat berharap Bunda dapat sehat kembali,
supaya dapat beraktifitas seperti sedia kala.

Aku terharu. Sama sekali tidak pernah menyangka bahwa dia adalah malaikat kecil,
yang dianugerahkan Allah Yang Pemurah kepada kami.

Badanku yang terbaring lemas tanpa daya di atas pembaringan ini, secepat kilat
seakan mendapat kekuatan baru mendengar barisan doa itu. Perlahan aku beringsut
dari posisi tidurku, lantas duduk bersandar. Masih di pembaringan.

"Makasih, ya Kak... Kakak sangat baik sama Mama," ucapku tak kalah tulus.

"Iya, sama-sama... Mama juga sangat baik sama Iq," sahutnya, sembari datang
memelukku.

Ah... Tuhan, indah sekali moment seperti ini. Pintar sekali dia, bak seorang
dewasa saja tingkahnya. Terima kasih! Seruku dalam hati.
Anak kecil itu, memang masih sangat kecil jika diajak untuk berbicara banyak hal
yang rumit. Namun Subhannallah... betapa ia sudah peka dengan yang terjadi di
sekelilingnya, termasuk untuk mendoakan mamanya yang sedang sakit. Padahal, jika
pun aku sembuh... waktuku tak banyak kuberikan padanya.

***

Sejak dokter kandungan menyatakan bahwa aku mengandung anak kedua tiga bulan
lalu, daya tahan tubuhku agak menurun. Seringkali mudah terserang sakit. Lebih
cepat lelah. Dan kadang, kurasakan mual. Jika dibandingkan dengan kehamilan
pertama, aku memang harus banyak bersyukur karena kali ini tak serepot dahulu.
Jika dulu aku sempat tak doyan makan nasi hingga usia kandungan tiga bulan, kini
nafsu makanku malah meningkat. Aku juga tak sampai muntah. Alhamdulillah...

Namun mungkin, karena merasa lebih sehat dari dulu, aku lepas kontrol. Bekerja
terlalu keras, bahkan seringkali lembur, hingga pulang ke rumah larut malam.
Memang sih, di awal tahun begini, pekerjaanku seringkali menumpuk. Maka jadilah
kemudian aku ambruk!

Suatu pagi, dua hari lalu, aku merasakan tubuhku teramat lunglai. Ketika
kupaksakan bangun, mataku berkunang-kunang dan hampir terjatuh. Beruntung ada
suami di belakangku, yang kemudian memapahku kembali ke kamar.
Dan sejak saat itu pula, aku nyaris tidak mengerjakan suatu pekerjaan apa pun,
kecuali berbaring. Tiduran. Walau tak bisa juga aku tidur. Berdasarkan
pemeriksaan dokter, aku kecapekan. Diminta untuk banyak beristirahat. Hmm...
Meski begitu, pikiranku masih saja melayang ke kantor, menuju pekerjaan yang
pasti kian hari kian terbengkalai karena belum tersentuh.

Dan kesibukanku sebagai ibu rumah tangga sekaligus perempuan bekerja, membuat
waktu terasa begitu sempit untuk berbagi dengannya. Meskipun demikian, bocah
suci itu... selalu saja periang. Mudah memaafkan. Dan tak pernah menyimpan
setitik amarah pun dalam hati putihnya.

Kini, setelah mendengar doanya, aku baru menyadari. Bahwa selama empat tahun ia
diamanahkan kepada kami, aku belum begitu bisa menjaganya.

Seringkali ketika ia meminta perhatian, dengan tiba-tiba duduk di pangkuanku,
misalnya. Aku malah mengusirnya. Memintanya duduk sendiri, dengan alasan dia
sudah semakin besar. Atau ketika dia datang dengan setumpuk buku cerita di
tangan mungilnya untuk dibacakan, seribu satu alasan kuberikan padanya. Aku amat
paham bahwa ia sangat sayang padaku. Namun jahatnya, aku seringkali menggunakan
belas kasihnya sebagai dalih.

"Nanti malam saja, Sayang. Mama masih capek, baru datang dari kantor. Lagipula
tenggorokan mama gatal, jadi... nanti malam saja ceritanya, ya... "

Dan seperti yang sudah-sudah, alasan kecapekan atau sakit, selalu ia terima
dengan senyuman. Ia pun pergi dengan tumpukan bukunya.

Dan selama itu pula, aku tak pernah menyesal. Padahal aku mungkin telah
mengecewakannya begitu rupa.

Sekarang... doa tulusnya telah berhasil membangunkan aku dari kekhilafan. Aku
berharap, dan akan berjuang keras... untuk tidak menolak keinginan baiknya.
Untuk menyambut perhatian yang ia damba dari bundanya.

Semoga Allah memberikan kekuatan kepadaku, untuk dapat berubah menjadi bunda
yang lebih baik buatnya. Karena Allah telah begitu sayang kepadaku, dengan
memberikan putra yang demikian sholih... hingga dalam usianya yang relatif
sangat sangat muda, doa tulusnya telah mengalir buatku.

Dan semoga kelak ia menjadi anak yang sholih, yang bisa menerangi kubur dan
mengangkat derajat kami di Syurga, dengan doa-doa panjangnya yang melimpah,
aamiiin...

"Apabila anak cucu Adam itu wafat, maka terputuslah amalannya kecuali tiga
perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholih yang
mendoakan orang tuanya." (HR Muslim, dari Abu Hurairah ra).

"Akan diangkat derajat seorang hamba yang sholih di Syurga. Lalu ia akan
bertanya-tanya: Wahai Allah, apa yang membuatku begini? Kemudian dikatakan
kepadanya, Permohonan ampun anakmu untukmu." (HR Ahmad, dari Abu Hurairah ra).

Ummu Thariq (antariksa at eramuslim dot com)
Segala Puji Bagi Allah, Tuhan Seru Sekalian Alam... yang telah menganugerahkan
kepada kami, malaikat kecil penyejuk hati. Terima kasih, Nak...


Diambil dari http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/message/24332
Posted by Picasa

No comments: