Friday, January 28, 2005

Menuju ke Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan

Berdasarkan Penempatan kerjaku di Departemen Kehutanan yaitu Balai Litbang Hutan dan Tanaman Banjarbaru,Kalimantan Selatan maka saya menampilkan profile Kota Banjarbaru.
Thanks


Firmansyah afandi




Kota Banjarbaru

"MAU buka toko di Banjarbaru?" Kata-kata yang dilontarkan seorang rekan ternyata ada benarnya. Bangunan sepanjang Jalan Achmad Yani dari Bandara Syamsuddin Noor ke jantung pemerintahan Kota Banjarbaru hampir semuanya dijadikan tempat usaha atau perkantoran. Ruko, rumah yang merangkap toko, tumbuh di kiri dan kanan jalan sepanjang 12 kilometer tersebut.

SANGAT terasa Banjarbaru sedang menggeliat. Gairah membangun tidak hanya terlihat di jantung ibu kota. Sebanyak 24 pengembang perumahan ikut berkiprah di tiga kecamatan yang ada. Dari tangan-tangan mereka bermunculan ruko, rumah-rumah mewah, sedang, maupun yang sangat sederhana.

Citra Banjarbaru sebagai tempat permukiman yang ideal sudah lama diketahui. Dari wilayah 37.130 hektar, 353 hektar berbentuk rawa-rawa, selebihnya tanah padat yang cocok untuk perkantoran dan perumahan. Hingga tahun 2002 areal yang terpakai untuk bangunan dan halaman 8.005 hektar.

Data di atas pasti tidak bisa dipegang lagi. Mengingat, dari kurun waktu Mei 2002 hingga Juli 2003 para pengembang mengajukan 598 Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Di luar mereka, dari Januari sampai Juli 2003 ada 222 IMB yang diajukan penduduk. Berdasarkan data dinas tata kota Banjarbaru sampai bulan Juni 2003 terdapat 22.500 rumah hunian.

Pertumbuhan perumahan per tahun dari tahun 2000 hingga pertengahan 2003 sebesar 6,1 persen. Jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk. Berdasarkan sensus tahun 2000 tercatat sekitar 123.979 jiwa yang berdomisili di Banjarbaru. Sementara dari hasil Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan (P4B) pertengahan tahun 2003 meningkat menjadi 140.150 jiwa. Rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun 3,8 persen. Tidak salah kalau Banjarbaru diberi predikat Kota Permukiman.

Keberadaan Fakultas Kedokteran, Perikanan, Pertanian, Teknik, Kehutanan, Pendidikan Olahraga dan Kesehatan FKIP Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) di Banjarbaru menjadi daya tarik. Unlam sendiri pusatnya di Banjarmasin. Perguruan tinggi swasta pun bermunculan. Paling tidak terdapat sembilan perguruan tinggi swasta ikut memberikan andil sebutan Banjarbaru sebagai Kota Pendidikan.

Jaraknya yang hanya 35 kilometer dari ibu kota Provinsi Kalsel, Banjarmasin, dan dua kilometer dari kota permata Martapura, yang namanya mendunia membuat Banjarbaru menjadi sangat strategis. Bahkan jauh sebelumnya saat almarhum dr Murdjani menjabat Gubernur Kalimantan (Kalimantan masih satu provinsi) tahun 1950-1953, sudah mengimpikan wilayah ini sebagai ibu kota Kalimantan.

Kini, wajah wilayah ini mulai menunjukkan daya tariknya. Ketika matahari tidak lagi menyinari bumi, cahaya lampu berwarna-warni menerangi lingkungan sekitarnya. Lampu dengan pesan-pesan sponsor dari aneka produk menjadi bukti bahwa pengusaha sudah menjadikan kota di antara Banjarmasin dan Martapura ini sebagai ajang perdagangan.

Lajunya perkembangan wilayah ini mempunyai efek seperti bola salju. Bertambahnya permukiman dan penduduk memperbesar permintan barang-barang kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan sekunder. Jasa konstruksi dan keuangan jelas ikut memegang peranan penting dalam membangun Banjarbaru.

Meningkatnya permintaan akan barang kebutuhan dan jasa membuka peluang tumbuh unit usaha. Kalau tahun 2000 terdapat 365 unit usaha, tahun berikutnya 373 buah, tahun 2002 meningkat 16 persen menjadi 432 unit usaha. Pertambahan ini membuka lapangan kerja. Tahun 2000 tenaga kerja yang terserap 3.950 orang, kemudian 4.033 orang, dan tahun 2002 tercatat 4.469 orang.

Perdagangan besar dan eceran merupakan penyumbang terbesar perekonomian Banjarbaru. Selama tahun 2000-2002 kontribusinya melebihi 21 persen total perekonomian. Tahun 2002 tercatat Rp 146 miliar, sekitar 21 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Banjarbaru. Sektor bangunan menyumbang 13,8 persen.

Gerak roda perdagangan wilayah ini juga berhubungan erat dengan komoditas hasil industri pengolahan. Komoditas unggulan industri olahan di Banjarbaru antara lain: rotan, kayu, marmer, minuman ringan, biskuit, dan barang logam. Investasi yang ditanam tahun 2002 Rp 32 miliar dengan nilai produksi Rp 112 miliar. Bahan baku komoditas tersebut sebagian besar didatangkan dari Kalimantan Tengah seperti rotan dan kayu. Sedangkan marmer dari Kabupaten Tapin.

Hasil industri olahan tersebut laku dijual di dalam negeri dan diminati pasar luar negeri. Komoditas yang menembus pasar mancanegara adalah rotan dalam bentuk lampit (semacam tikar), marmer, moulding, dan kayu bengkirai. Negara-negara tujuan ekspor lampit adalah Jepang, Korea, Belanda, Malysia, Taiwan. Sedangkan marmer dikirim ke Australia dan Malysia. Kayu bengkirai dan moulding diminati Australia, Malaysia, dan Cina.

Pembangunan Banjarbaru terus melaju. Untuk pengembangan ekonomi, pemerintah kota menyediakan kawasan industri di Liang Anggang, Kecamatan Landasan Ulin yang terbuka bagi pemodal dalam maupun luar negeri. Di tempat yang sama akan dibangun pusat grosir dan peti kemas. Kini pemerintah kota membuka jalan lingkar selatan, Jalan Trikora, yang menyambung wilayah Kabupaten Banjar, Kota Banjarbaru, dan Kota Banjarmasin. Jalan ini akan menjadi akses utama menuju pelabuhan sungai Trisakti di Banjarmasin.

Hingga kini wilayah yang pendapatan asli daerah tahun 2002 sebesar Rp 4,2 miliar dan PDRB per kapita Rp 5,2 juta, belum mempunyai hotel yang mampu memberi pelayanan memadai. Padahal, dari Bandara Syamsuddin Noor di Kecamatan Landasan Ulin setiap hari datang dan pergi sekitar 10 pesawat terbang. Tahun 2002 penumpang yang datang sebanyak 238.504 orang dan yang pergi 245.635 orang.

Bagi Banjarbaru, yang bertekad menjadikan sektor jasa perdagangan sebagai salah satu pilar perekonomian, keberadaan akomodasi yang sepadan kiranya perlu mendapat perhatian. Akankah Banjarbaru hanya dijadikan tempat lewat ataukah Banjarbaru juga bisa dijadikan tempat melewatkan hari? Banjarbaru sendiri yang bisa menjawab.

FX Sriyadi Adhisumarta/Litbang KompasKota Banjarbaru

"MAU buka toko di Banjarbaru?" Kata-kata yang dilontarkan seorang rekan ternyata ada benarnya. Bangunan sepanjang Jalan Achmad Yani dari Bandara Syamsuddin Noor ke jantung pemerintahan Kota Banjarbaru hampir semuanya dijadikan tempat usaha atau perkantoran. Ruko, rumah yang merangkap toko, tumbuh di kiri dan kanan jalan sepanjang 12 kilometer tersebut.

SANGAT terasa Banjarbaru sedang menggeliat. Gairah membangun tidak hanya terlihat di jantung ibu kota. Sebanyak 24 pengembang perumahan ikut berkiprah di tiga kecamatan yang ada. Dari tangan-tangan mereka bermunculan ruko, rumah-rumah mewah, sedang, maupun yang sangat sederhana.

Citra Banjarbaru sebagai tempat permukiman yang ideal sudah lama diketahui. Dari wilayah 37.130 hektar, 353 hektar berbentuk rawa-rawa, selebihnya tanah padat yang cocok untuk perkantoran dan perumahan. Hingga tahun 2002 areal yang terpakai untuk bangunan dan halaman 8.005 hektar.

Data di atas pasti tidak bisa dipegang lagi. Mengingat, dari kurun waktu Mei 2002 hingga Juli 2003 para pengembang mengajukan 598 Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Di luar mereka, dari Januari sampai Juli 2003 ada 222 IMB yang diajukan penduduk. Berdasarkan data dinas tata kota Banjarbaru sampai bulan Juni 2003 terdapat 22.500 rumah hunian.

Pertumbuhan perumahan per tahun dari tahun 2000 hingga pertengahan 2003 sebesar 6,1 persen. Jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk. Berdasarkan sensus tahun 2000 tercatat sekitar 123.979 jiwa yang berdomisili di Banjarbaru. Sementara dari hasil Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan (P4B) pertengahan tahun 2003 meningkat menjadi 140.150 jiwa. Rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun 3,8 persen. Tidak salah kalau Banjarbaru diberi predikat Kota Permukiman.

Keberadaan Fakultas Kedokteran, Perikanan, Pertanian, Teknik, Kehutanan, Pendidikan Olahraga dan Kesehatan FKIP Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) di Banjarbaru menjadi daya tarik. Unlam sendiri pusatnya di Banjarmasin. Perguruan tinggi swasta pun bermunculan. Paling tidak terdapat sembilan perguruan tinggi swasta ikut memberikan andil sebutan Banjarbaru sebagai Kota Pendidikan.

Jaraknya yang hanya 35 kilometer dari ibu kota Provinsi Kalsel, Banjarmasin, dan dua kilometer dari kota permata Martapura, yang namanya mendunia membuat Banjarbaru menjadi sangat strategis. Bahkan jauh sebelumnya saat almarhum dr Murdjani menjabat Gubernur Kalimantan (Kalimantan masih satu provinsi) tahun 1950-1953, sudah mengimpikan wilayah ini sebagai ibu kota Kalimantan.

Kini, wajah wilayah ini mulai menunjukkan daya tariknya. Ketika matahari tidak lagi menyinari bumi, cahaya lampu berwarna-warni menerangi lingkungan sekitarnya. Lampu dengan pesan-pesan sponsor dari aneka produk menjadi bukti bahwa pengusaha sudah menjadikan kota di antara Banjarmasin dan Martapura ini sebagai ajang perdagangan.

Lajunya perkembangan wilayah ini mempunyai efek seperti bola salju. Bertambahnya permukiman dan penduduk memperbesar permintan barang-barang kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan sekunder. Jasa konstruksi dan keuangan jelas ikut memegang peranan penting dalam membangun Banjarbaru.

Meningkatnya permintaan akan barang kebutuhan dan jasa membuka peluang tumbuh unit usaha. Kalau tahun 2000 terdapat 365 unit usaha, tahun berikutnya 373 buah, tahun 2002 meningkat 16 persen menjadi 432 unit usaha. Pertambahan ini membuka lapangan kerja. Tahun 2000 tenaga kerja yang terserap 3.950 orang, kemudian 4.033 orang, dan tahun 2002 tercatat 4.469 orang.

Perdagangan besar dan eceran merupakan penyumbang terbesar perekonomian Banjarbaru. Selama tahun 2000-2002 kontribusinya melebihi 21 persen total perekonomian. Tahun 2002 tercatat Rp 146 miliar, sekitar 21 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Banjarbaru. Sektor bangunan menyumbang 13,8 persen.

Gerak roda perdagangan wilayah ini juga berhubungan erat dengan komoditas hasil industri pengolahan. Komoditas unggulan industri olahan di Banjarbaru antara lain: rotan, kayu, marmer, minuman ringan, biskuit, dan barang logam. Investasi yang ditanam tahun 2002 Rp 32 miliar dengan nilai produksi Rp 112 miliar. Bahan baku komoditas tersebut sebagian besar didatangkan dari Kalimantan Tengah seperti rotan dan kayu. Sedangkan marmer dari Kabupaten Tapin.

Hasil industri olahan tersebut laku dijual di dalam negeri dan diminati pasar luar negeri. Komoditas yang menembus pasar mancanegara adalah rotan dalam bentuk lampit (semacam tikar), marmer, moulding, dan kayu bengkirai. Negara-negara tujuan ekspor lampit adalah Jepang, Korea, Belanda, Malysia, Taiwan. Sedangkan marmer dikirim ke Australia dan Malysia. Kayu bengkirai dan moulding diminati Australia, Malaysia, dan Cina.

Pembangunan Banjarbaru terus melaju. Untuk pengembangan ekonomi, pemerintah kota menyediakan kawasan industri di Liang Anggang, Kecamatan Landasan Ulin yang terbuka bagi pemodal dalam maupun luar negeri. Di tempat yang sama akan dibangun pusat grosir dan peti kemas. Kini pemerintah kota membuka jalan lingkar selatan, Jalan Trikora, yang menyambung wilayah Kabupaten Banjar, Kota Banjarbaru, dan Kota Banjarmasin. Jalan ini akan menjadi akses utama menuju pelabuhan sungai Trisakti di Banjarmasin.

Hingga kini wilayah yang pendapatan asli daerah tahun 2002 sebesar Rp 4,2 miliar dan PDRB per kapita Rp 5,2 juta, belum mempunyai hotel yang mampu memberi pelayanan memadai. Padahal, dari Bandara Syamsuddin Noor di Kecamatan Landasan Ulin setiap hari datang dan pergi sekitar 10 pesawat terbang. Tahun 2002 penumpang yang datang sebanyak 238.504 orang dan yang pergi 245.635 orang.

Bagi Banjarbaru, yang bertekad menjadikan sektor jasa perdagangan sebagai salah satu pilar perekonomian, keberadaan akomodasi yang sepadan kiranya perlu mendapat perhatian. Akankah Banjarbaru hanya dijadikan tempat lewat ataukah Banjarbaru juga bisa dijadikan tempat melewatkan hari? Banjarbaru sendiri yang bisa menjawab.

FX Sriyadi Adhisumarta/Litbang Kompas

Diambil dari http://kompas.com/kompas-cetak/0309/11/otonomi/552181.htm

No comments: